LAPORAN PRAKTIKUM ISOLASI DAUN PEGAGAN

 

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

“ISOLASI DAUN PEGAGAN”

 

 



           

NAMA            : AUDREY DHINDA LARA

NIM               : F1F117013

GOL/KEL      : II/II

 

 


 

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS JAMBI

2020

 

PERCOBAAN V

ISOLASI DAUN PEGAGAN (Centella asiatica)

I.     Tujuan

Mahasiswa memahami dan melakukan isolasi senyawa golongan triterpenoid dari daun pegagan (Centella asiatica).

II.    Landasan Teori

Senyawa metabolit sekunder biasanya terdapat dalam organisme dalam jumlah yang sangat sedikit. Oleh karena itu biasanya dalma proses isolasi dimulai dari sampel yang jumlahnya banyak, minimal 2 kg samoel kering yang sudah dihaluskan. Pekerjaan isolasi membutuhkan keterampilan dan pengalaman dalam memadukan berbagai teknik pemisahan. Untuk mendapatkan senyawa murni biasnya peneneliti menggunakan beberapa teknik ekstraksi dan kromatoografi. Teknik ekstraksi senyawa organic bahan alam yang biasa digunakan antara lain maserasi, perkolasi, infudasi dan sokletasi. Sedangkan teknik kromatografi yang biasanya digunakan antara lain adalah kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi kolom vakum (KCV), kromatografi kolom gravitasi (KKG), dan kromatotron (Centrifugal Chromatography). Pemilihan jenis metoda biasanya dilakukan berdasarkan pengalamn peneliti maupun hasil penelitian yang telah dilaporkan sebelumnya. Langkah pertama yang biasnya dilakukan dalam isolasi senyawa organic bahan alam adalah ekstraksi sampel menggunakan pelarut organic, adapun macam-macam pelarut yang biasa digunakan adalah methanol dan etanol pada proses ekstraksi menggunakan cara maserasi, sedangkan infusdasi biasanya menggunakan pelarut air. Kemudian dekoksi yaitu sama dengan infusdasi hanya saja membutuhkan waktu yang lebih lama. Langkah berikutnya setelahh diperoleh ekstrak dalam isolasi senyawa organic bahan alam adalah ppemisahan komponen-komponen yang terdapar dalam ekstrak tersebut. teknik yang banyak digunakan adalah kromatografi. Kromatografi adalam teknik pemisahan campuran berdarakan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu (Atun, 2014).

Ekstraksi adalah proses penarikan komponen aktif (minyak asiri) yang terkandung dalam tanaman menggunakan bahan pelarut yang sesuai dengan kelarutan komponen aktifnya. Untuk minyak asiri, proses ekstraksi hhanya dilakukan untuk bunga-bungaan sepe    rti bunga mawar, sedap malam, lavender, geranium atau melati yang umumnya mengandung minyak dalam jumlah yang relative kecil, komponennya mudah rusak dengan pemanasan, dan larut dalam air. Ekstraksi minyak asiri dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu ekstraksi dengan pelarut uap, ekstraksi dengan lemak dingin dan ekstraksi dengan lemak panas. Ekstraksi dengan pelarut menguap lebih menguntungkan dan juga lebih murah untuk biayanya, tetapi prosesnya tidak mudah diterapkan dibandingkan dengan cara penyulingan (Satuhu dan Yulianti, 2012).

Menurut ITIS (2020), klasifikasi ilmiah tanaman pegagan ialah sebagai berikut :

·         Kingdom                      : Plantae

·         Subkingdom                : Viridiplantae

·         Infrakingdom               : Streptophyta

·         Superdivisi                  : Embryophyta

·         Divisi                           : Tracheophyta

·         Subdivisi                     : Spermatophytina

·         Kelas                           : Magnoliopsida

·         SuperOrdo                   : Asteranae

·         Ordo                            : Apiales

·         Famili                          : Apiaceae

·         Genus                          : Centella L.

·         Spesies                        : Centella asiatica (L.) Urb.

Maserasi adalah proses ekstraksi yang menggunakan pelarut dingin, tanpa perlakuan suhu dan dengan cara perendaman. Cara ini paling sering digunakan, karena memiliki beberapa kelebihan walaupun juga memiliki beberapa kekurangan. Kelebihan ekstraksi dengan maserasi adalah senyawa yang mudah rusak akan terjaga dengan baik karena tidak menggunakan suhu tinggi pada saat ekstraksi. Jumlah sampel yang digunakan dapat dilakukan dengan jumlah sampel yang banyak, karena wadahnya dapat dimodifikasi sesuai dengan jumlah sampel. Tidak menggunakan peralatan khusus, sedangkan kekurangnnya adalah pelarut yang digunakan lebih banyak dikarenakan perendaman yang berulang-ulang. Waktu yang diperlukan untuk proses ekstraksi relative lebih lama. Biasanya satu kali maserasi dilakukan dalam masa 3 hari. Jika maserasi dilakukan berulang-ulang 3 kali, maka akan memerlukan waktu yang lama. Jika waktu yang digunakan tidak maksimuum, maka tidak semua senyawa terekstrak dengan sempurna (Saidi et al., 2018).

Pegagan adalah salah satu spesies tumbuhan yang belum banyak diteliti kandungan metabolit sekundernya serta kegunaan secara ilmiah. Secara tradisional, Pegagan digunakan sebagai obat anti infeksi, anti racun, penurun panas, peluruh air seni (diuretikum), anti lepra, dan anti sifilis. Daunnya digunakan untuk astrigensin dan tonikum. Pegagan mampu merevitalisasi tubuh dan otak yang lelah. Selain itu, mampu memperbaiki sirkulasi tubuh dengan revitalisasi pembuluh darah dan memperbaiki kesuburan wanita. Pegagan juga digunakan sebagai obat kardio depressant, hipotensif, dan malaria. Salah satu metabolit sekunder yang terkandung dalam tumbuhan Pegagan adalah triterpena. Triterpenoid merupakan senyawa yang banyak terdapat dalam tumbuhan. Triterpena termasuk dalam kelompok senyawa terpenoid. Kata terpena mencakup sejumlah besar senyawa tumbuhan, dan istilah ini digunakan untuk menunjukkan bahwa secara biosintesis semua senyawa tumbuhan itu berasal dari senyawa yang sama, yaitu dari molekul isopren. Pegagan memiliki kandungan kimia seperti saponin triterpen (asiatikosida, brahmosida, thankunusida) dan alkaloid (hidrokofilin), isothankusida, madekasosida, brahmasida, asam brahmik, asam modasiatik. Selain itu, terdapat juga meso-inisitol, sentelloso, karotenoid, garam K, Ne, Ca, Fe, velarin, fatin, musilago, resin, pectin, gula dan vitamin B (Howan, 2017).

Pegagan (Centella asiatica) merupakan tanaman yang sejak dulu digunakan sebagai obat kulit, meningkatkan ketahanan tubuh (panjang umur), membersihkan darah, dan memperbaiki gangguan pencernaan. Efek farmakologis dari pegagan diantaranya sebagai anti infeksi, anti racun, penurun panas, peluruh air seni, anti lepra, anti sipilis, anti pikun, untuk membantu mengatasi stress serta dapat sebagai revitalitas tubuh dan otak otak yang lelah, untuk kesuburan wanita,  serta sebagai anti pikun. Pegagan mempunyai rasa manis dan bersifat sejuk. Kandungan bahan kimia pegagan yaitu asiatikosida, madekosida, brahmosida, tannin, resin, pektin, gula, vitamin B, garam mineral seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium, besi, fosfor, minyak atsiri, pektin dan asam amino. Konstituen utama yang terkandung di dalam daun pegagan adalah saponin asiatikosida (Dewi et al., 2018).

Isolasi senyawa kimia dari bahan alam adalah sebuah usaha bagimana caranya memisahkan senyawa yang bercampur sehingga dapat menghasilkan senyawa tunggal yang murni. Tumbuhan mengandung ribuan senyawa yang dikategorikan sebagai metabolit primer dan metabolit sekunder. Biasanya proses isolasi senyawa dari bahan alam ini mentargetkan untuk mengisolasi senyawa metabolit sekunder, karena senyawa metabolit sekunder diyakini dan telah diteliti dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Antara lain menfaatnya dalam bidang pertanian, kesehatan dan pangan. Metode ini umum diigunakan karena senyawa organic yang diperoleh dengan kuantitas yang cukup banyak. Tetapi berbeda dengan senyawa bahan alam hasil proses metabolit sekunder lainnya yang pada umumnya dengan kandungan yang relatif kecil (Marpaung, 2020).

III.  Prosedur Percobaan

3.1.  Alat dan Bahan

a.    Alat

-       Timbangan analitik

-       Botol maserasi

-       Gelas ukur

-       Batang pengaduk

-       Erlenmeyer

-       Beaker glass

-       Rotarty evaporator

-       Hot plate

-       Corong kaca

-       Botol vial/flacon

-       Plat tetes

b.    Bahan

-       Simplisia daun pegagan

-       Methanol 70%

-       Akuades

-       Kertas saring

-       Plat KLT

-       Asam asetat anhidrat

-       Asam sulfat pekat (H2SO4) 

 

3.2.  Skema Kerja




 


IV.  Hasil dan Pembahasan

Pada percobaan kali ini telah dilakukanlah praktikum mengenai isolasi dari tanaman pegagan atau dengan nama latin yaitu Centella asiatica. Sebenarnya percobaan ini tidak dilakukan dikarenakan kondisi yang terbatas saat ini, akibatnya hanya dibuat dengan membahas jurnal. Pengambilan senyawa aktif pada tanaman biasa dilakukan untuk mendapatkan senyawa tertentu yang diinginkan yang terdapat pada tanaman tersebut, sehingga      dilakukan proses isolasi. Seperti menurut Marpaung (2020), yang mengatakan bahwa isolasi senyawa kimia dari bahan alam adalah sebuah usaha bagimana caranya memisahkan senyawa yang bercampur sehingga dapat menghasilkan senyawa tunggal yang murni. Untuk melakukan proses isolasi biasanya dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu :

-       Ekstraksi

-       Pemekatan

-       Fraksinasi atau pemisahan

-       Identifikasi

Sebelum dilakukan proses ekstraksi biasanya dilakukanlah preparasi sampel atau penyiapan sampel. Sampel yang digunakan pada penelitian ini ialah berupa simplisia kering daun pegagan yang kemudian diserbukkan. Tujuan dilakukan penyerbukan adalah untuk memperkecil ukuran partikel simplisia sehingga luas permuukaan partikel menjadi besar sehingga cairan penyari yang akan mudah melarutkan senyawa aktif dari simplisia tersebut.

Kemudian pada percobaan ini dilakukanlah proses ekstraksi yaitu suatu proses pemisahan atau penarikan suatu senyawa metabolit sekunder dari sampel tanaman baik sampel kering maupun sampel basah dengan menggunakan pelarut tertentu. Seperti menurut Widiyanto et al., (2013), menyatakan bahwa ekstraksi adalah  metode untuk memisahkan suatu komponen dari campuran dengan menggunakan pelarut sebagai tenaga pemisah. Ada dua teknik pengambilan oleoresin (bahan aktif) dalam bahan rempahrempah yaitu, ekstraksi langsung maupun gabungan antara distilasi dan ekstraksi. Pada ekstraksi langsung bahan diekstrak menggunakan pelarut yang mudah menguap atau biasa disebut ekstraksi maserasi. Faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi yaitu, persiapan bahan sebelum ekstraksi, ukuran partikel, pelarut, metode yang digunakan dalam ekstraksi , suhu, waktu,  serta proses pemisahan pelarut dengan hasil ekstrak. Hal tersebut yang melatarbelakangi penelitian untuk mencari perlakuan ekstraksi maserasi yang berupa  variasi  ukuran bahan, suhu ekstraksi serta lama ekstraksi.

Ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini ialah metode maserasi dengan menggunakan pelarut campur yaitu etanol 96% dan air dengan perbandingan 70:30. Sebelum dilakukan maserasi, terlebih dahulu dilakukan proses deffating yaitu penghilangan lemak dengan menggunakan pelarut n-heksan. Maserasi dilakukan selama 3 hari dengan terlindung dari cahaya matahari dan dengan proses pengadukan.  Hal ini bertujuan agar pelarut tidak menguap dan menghindari oksidasi dengan udara luar. Pengadukan bertujuan untuk menghasilkan rendemen lebih besar hal ini disebabkan karena kontak yang lebih sering terjadi antara sampel dan pelarut dengan adanya pengadukan yang kontinyu. Semakin banyak pengadukan maka semakin banyak desakan antara pelarut dengan sel pada sampel sehingga semakin banyak senyawa organic yang terlarut dalam pelarut. setelah 3 hari dilakukan re-maserasi selama 2 hari. Kemudian hasil maserat yang didapat dipekatkan dengan menggunakan alat bernama Rotary evaporator untuk menghilangkan atau menguapkan pelarutnya tersebut sehingga didapatkan ekstrak kental. Pemekatan dilakukan dengan menggunakan suhu 40°C.

Sebelum dilakukan fraksinasi pada ekstrak kental, maka dilakukan terlebih dahulu skrining fitokimia pada ekstrak daun pegagan tersebut. Menurut Kristanti et al., (2019), menyatakan bahwa skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam penelitian fitokimia. Secara umum dapat dikatakan bahwa metodenya sebagian besar merupakan reaksi pengujian warna dengan suatu pereaksi warna. Dikarenakan pada jurnal ini metabolit sekunder yang ingin diisolasi dari daun pegagan ini adalah saponin, maka pada skrining fitokimia ini hanya dilakukan pengujian identifikasi saponin dan uji triterpenoid dan steroid. Menurut Harborne (1987), saponin adalah senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan koloidal dalam air dan membentuk busa yang mantap jika dikocok dan tidak hilang dengan penambahan asam. Dan menurut Depkes RI (1989), bahwa pengujian saponin dilakukan dengan mengocok serbuk simplisia yang telah ditambahkan air panas selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan HCl 2N menunjukan adanya saponin. Dari hasil didapatkan lah bahwa ekstrak kental daun pegagan ini memiliki senyawa saponin ditunjukkan dengan adanya busa. Kemudian juga dilakukan uji triterpenoid dan steroid dengan menggunakan pereaksi Liebermann-Bouchard. Untuk mengetahui adanya senyawa terpenoid dalam suatu sampel dapat digunakan pereaksi lieberman-burchard (anhidrida asam asetat dan H2SO4 pekat) Hasil positif ditunjukkan apabila terbentuk cincin berwarna merah-keunguan pada batas lapisan untuk triterpenoid dan hijau untuk steroid. Dan didapatkan hasil bahwa pada daun pegagan ini hanya memiliki senyawa triterpenoid.

Setelah dilakukan identifikasi menggunakan skrining fitokimia untuk memastikan adanya senyawa saponin pada ekstrak daun pegagan kemudian dilanjutkan dengan melakukan fraksinasi. Fraksinasi adalah suatu proses penarikan senyawa pada sampel dengan menggunakan 2 pelarut yang tidak bercampur. Pada jurnal ini metode fraksinasi yang digunakan ialah menggunakan kromatografi, yaitu fraksinasi dengan teknik pemisahan metabolit sekunder berdasarkan perbedaan migrasi komponen tersebut dari fase diam ke fase gerak. Dan kromatografi yang digunakan ialah kromatografi kolom dengan menggunakan fase diam berupa silica gel  dan fase gerak berupa pelarut campuran yaitu kloroform:methanol:air dengan perbandingan 30:10:1 dan didapatkan lah 39 fraksi yang selanjutnya akan di subfraksinasi menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) preparative untuk pengambilan senyawa saponin yang lebih spesifik. Fase gerak yang digunakan pada KLT ini ialah Kloroform : methanol : air dengan perbandingan 65:25:4 dengan menggunakan fase diam berupa silica gel GF254, dan dideteksi dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 366 nm yang sebelumnya telah diseprotkan dengan reagen anisaldegid asam sulfat. Seperti menurut Alegantina et al., (2010), bahwa Pereaksi semprot anisaldehid-asam sulfat merupakan pereaksi yang bersifat destruktif karena pereaksi ini memecah senyawa pada plat KLT supaya dapat diamati oleh sinar tampak. Dan pada KLT ini didapatkanlah hasil ditunjukan pada tabel 1.

Tabel 1. Nilai Rf masing-masing spot setelah disemprot dengan Pereaksi Semprot AnisaldehidAsam Sulfat dan diamati dibawah UV 254nm.

Fraksi/Spot

Rf

Warna Spot

4

0,45

Pemadaman Bercak

5

0,45

Pemadaman Bercak

8

0,5

Pemadaman Bercak

10

0,5375

Pemadaman Bercak

23

I

0,79375

Pemadaman Bercak

II

0,875

Pemadaman Bercak

Menurut Harwoko et al., (2014), nilai Rf Asiatikosida, Madecassoside, Asiatic acid, dan Madecassic acid sebesar 0,24; 0,16; 0,7;dan 0,8 secara berturut-turut. Fraksi yang diduga mengandung saponin adalah fraksi 1, 4, 5, 8, dan 10 yang menghasilkan spot berwarna biru dengan masing-masing nilai Rf  0,4875; 0,45; 0,45; 05; dan 0,5375 setelah disemprot dengan anisaldehid-asam sulfat. Saponin akan memberikan warna coklat-ungu setelah disemprot dengan pereaksi  anisaldehid-asam sulfat pada UV 366 nm. Hasil positif mengandung saponin adalah terdapat spot warna ungu. Subfraksi yang memiliki bercak yang sama digabungkan, dan yang positif mengandung saponin dipilih untuk dilakukan proses pemisahan  selanjutnya.

Kemudian dilakukanlah pemisahan senyawa murni saponin dengan menggunakan KLT preparative menggunakan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak kloroform:methanol:air dengan perbandingan 65:25:4. Diperoleh 2 pita setelah diamati dibawah sinar UV 254nm dan 366 nm dimana pita pertama berwarna biru gelap dan pita kedua berwarna biru muda terang. Pita yang dihasilkan tidak lurus, melainkan sangat bergelombang. Hal ini mungkin disebabkan oleh pengaruh fase gerak, ukuran sampel, sifat analit dan adanya kontaminan. Pada identifikasi plat KLTP di UV 366 nm bagian pinggir plat tidak menunjukkan adanya pita yang berwarna. Hal ini kemungkinan disebabkan karena proses pemanasan yang dilakukan tidak optimal. Kedua pita tersebut kemudian dikerok untuk KLT Hasil Subfraksinasi. KLT hasil subfraksinasi dilakukan untuk memastikan dari fraksi KLTP. Hasil yang diperoleh berasal dari pita pertama dimana diperoleh spot berwarna biru dan   memiliki nilai Rf  0,46. Adanya spot berwarna biru-ungu mencerminkan adanya kandungan saponin.

Setelah itu dilakukanlah identifikasi senyawa saponin pada isolate yang didapatkan dengan menggunakan KLT 2 dimensi, dengan cara melarutkan isolate hasil KLTP dengan methanol yang kemudian ditotolkan pada plat dan dielusi dengan eluen dengan tingkat kepolaran dan arah yang berbeda. KLT dua dimensi merupakan KLT yang menggunakan 2 eluen yang memiliki tingkat kepolaran berbeda. Fase gerak pertama menggunakan campuran 6,9 mL kloroform, 2,7 mL methanol, dan 0,4 mL air. Fase gerak kedua menggunakan campuran 5,3 mL kloroform, 2,8 mL asam asetat glasial, 1,1 ml metanol dan 0,7 mL air. Setelah itu KLT 2 dimensi di amati dibawah sinar UV dan didapatkan hasil disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Nilai Rf dari masing-masing spot dalam dua fase gerak yang berbeda pada KLT Dua Dimensi.

Elusi

Rf

Warna Spot

I

0,5

Biru

II

0,71

Biru

Dan dari hasil ini terlihat bahwa spot berwarna biru dengan Rf elusi pertama yaitu 0,5 dimana hasil nilai Rf ini mendekati dengan Rf dari senyawa madecassic acid yang menurut James dan Dubery (2011), bahwa nilai Rf senyawa madecassic acid adalah sebesar 0,55. Dan pada elusi kedua juga menghasilkan spot berwarna biru dengan nilai Rf sebesar 0,71, dan nilai Rf ini mendekati nilai Rf senyawa Asiatic acid yang menurut Harwoko et al., (2014), bahwa senyawa Asiatic acid memiliki nilai Rf sebesar 0,70, maka dari hasil ini dapat dikatakan bahwa ekstrak daun pegagan ini mengandung senyawa golongan triterpenoid saponin yaitu madecassic acid dan Asiatic acid.

Madecassic acid memiliki rumus molekul yaitu C30H48O6 dengan berat molekuk sebesar 504, 7 gr/mol yang dapat berfungsi untuk mempercepat menyembuhan kulit dan memperbaiki jaringan kulit yang luka. Kemudian Asiatic acid memiliki rumus molekul C30H48O5 dengan berat molekul sebesar 488,7 gr/mold dan berfungsi untuk memperkuat barrier kulit dan dikenal kaya akan antioksidan.

Menurut BPOM RI (2010), Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) mempunyai banyak manfaat. Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) secara tradisional banyak digunakan untuk mengobati penyakit kulit. Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) juga dapat digunakan untuk mengobati sakit perut, batuk, batuk berdarah dan disentri, penyembuhan luka, radang, pegal linu, asma, wasir, tuberculosis, lepra, demam, dan penambah selera makan. Dan menurut George dan Joseph (2009), mengatakan bahwa Berdasarkan penelitian pegagan berkhasiat menyembuhkan antitumor, peningkat memori, neuroprotektif, kardioprotektif, hepatoprotektif, antimikroba, antioksidan, antiinflamasi, anti alergi, antipruitis.

 

V.    Kesimpulan

Berdasarkan percobaan tentang isolasi daun pegagan ini dapat disimpulkan bahwa dalam proses isolasi terdapat berbagai tahapan untuk mendapatkan senyawa metabolit sekunder diantaranya ialah proses pemilihan sampel atau preparasi sampel, kemudian tahapan ekstraksi yaitu proses pemisahan atau pengeluaran metabolit sekunder dari sampel dengan menggunakan pelarut tertentu, kemudian dilanjutkan dengan proses fraksinasi yaitu proses penarikan senyawa dari sampel dengan menggunakan 2 pelarut yang tidak saling campur, dan dilanjutkan dengan proses pemurnian. Pada ekstrak daun pegagan ini senyawa yang bisa diambil atau dimurnikan ialah senyawa golongan triterpenoid saponin yaitu madecassic acid dan Asiatic acid.


DAFTAR PUSTAKA

Atun, S. 2014. Metode Isolasi dan Identifikasi Struktur Senyawa Organik Bahan Alam. Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur. 8(2):53-61.

Badan POM RI. 2010. Serial Data Terkini Tumbuhan Obat. Pegagan (Centella asiatica L). Direktorat Obat Asli Indonesia. BPOM, Jakarta.

Dewi, N. L. A., L. P. S. Adnyani., R. B. R. Pratama., N. N. D. Yanti., J. I. Manibuy., N. K. Warditiani. 2018. Pemisahan, Isolasi, dan Identifikasi Senyawa Saponin dari Herba Pegagan (Centella asiatica L. Urban). Jurnal Farmasi Udayana. 7(2):68-76.

Depkes RI. 1989. Materia Medika Indonesia jilid V. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

George, M dan L. Joseph. 2009. Anti-allergic, anti-pruritic, and anti-inflammatory activities of Centella asiatica extracts. African Journal of Traditional, Complementary and Alternative Medicines. 6(4):554–559.

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia Ed III. ITB-Press, Bandung.

Harwoko, S., Pramono.,  A. E. Nugroho. 2014. Triterpenoid-rich Fraction of Centella asiatica Leaves and in vitro Antihypertensive Activity. International Food Research Journal. 21(1):149-154.

Howan, D. H. O. 2017. Isolasi dan identifikasi metabolit sekunder dari ekstrak butanol pegagan (Centella asiatica (L) urban). Fullerene Journ. Of Chem. 2(2): 92-95.

Integrated Taxonomic Information System. 2020. ITIS Report : Centella asiatica (L.) Urb. Diakses 25 April 2020 dari ITIS Report Taxonomic Serial No.:29612:https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&search_value=29612#null.

James, J., dan I. Dubery. 2011. Identification and Quantification of Triterpenoid Centelloids in Centella asiatica (L.) Urban by Densitometric TLC. Journal of Planar Chromatography. 24(1):82-87.

Kristanti, A. N., N. S. Aminah., M. Tanjung., B. Kurniadi. 2019. Fitokimia. Airlangga University Press, Surabaya.

Marpaung, R. G. 2020. Isolasi Senyawa Kampferol dan Rhamnetin yang Terkandung pada Daun Tumbuhan Senna (Cassia Angustifolia). Jakad Media Publishing, Surabaya.

Saidi, N., B. Ginting., Murnia., Mustanir. 2018. Analisis Metabolis Sekunder : Buku untuk Mahasiswa. Syiah Kuala University Press, Aceh.

Satuhu, S dan S. Yulianti. 2012. Panduan lengkap minyak asiri. Penebar Swadaya Grup, Jakarta.

Widiyanto, I., B. K. Anandito., L. U. Khasanah. 2013. Ekstraksi Oleoresin Kayu Manis: Optimasi Rendemen dan Pengujian Karakteristik Mutu. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. IV(1):7-15.

 

 

 

Komentar