Antihistamine


HISTAMINE (C5H9N3)
Pernahkah kalian mengalami reaksi alergi seperti gatal-gatal dan sebagainya? Taukah kalian apa yang menyebabkan reaksi alergi tersebut terjadi ? Mari kita bahas dibawah ini J
Definisi Histamine
Histamin adalah mediator kimia yang dikeluarkan pada fenomena alergi. Penderita yang sensitive terhadap histamine atau mudah terkena alergi disebabkan jumlah enzim-enzim yang dapat merusak histamine di tubuh, seperti histaminase dan diamino oksidase, lebih rendah dari normal. Histamine tidak digunakan untuk pengobatan, ggaram fosfatnya digunakan untuk mengetahui berkurangnya sekresi asam lambung, untuk diagnosis karsinoma lambung dan untuk control positif pada uji alergi kulit (Siswandono, 2016).
Mekanisme Kerja Histamin
Menurut Siswandono (2016), Histamine dapat menimbulkan efek bila berinteraksi dengan reseptor histaminergik, yaitu reseptor H1, H2 dan H3.  Adapun efek yang ditimbulkan ialah sebagai berikut :
·         Histamin + Reseptor H1
è Kontraksi otot polos usus dan bronki
è Meningkatkan permeabilitas vascular dan meningkatkan sekresi mucus
è Menyebabkan vasodilatasi arteri sehingga permeable terhadap cairan dan plasma protein yang menyebabkan sembab, pruritic, dermatitis dan urtikaria

·         Histamin + Reseptor H2
è Meningkatkan sekresi asam lambung yang dapat menyebabkan tukak lambung
è Meningkatkan kerja jantung

·         Reseptor H3 terletak pada ujung saraf jaringan otak dan jaringan perifer yang mengontrol sintesis dan pelepasan histamine, mediator alergi lain dan peradangan.
Untuk mengatasi efek dari reaksi histamine, dibutuhkan suatu zat yang dapat menghambat kerja atau efek dari histamine tersebut. Zat ini biasa disebut dengan Antagonis histamine atau Antihistamin.
Antihistamine
Antihistamin atau antagonis histamine adalah zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamine terhadap tubuh dengan jalan memblokir reseptor histamine. Histamine merupakan derivate amin dengan berat molekul rendah yang diproduksi dari L-histidine. Ada empat reseptor histamine, tetapi yang lebih dikenal adalah reseptor histamine H1 dan H2. Adapun lokasi reseptor histamine tersebut dapat ditemui di :
·         Reseptor H1 →           pada neuron, otot polos, epitel dan endothelium.
·         Reseptor H2 →           pada sel pariental mukosa lambung, otot polos, epitelium,
endothelium dan jantung.
·         Reseptor H3 →           pada neuron histaminergik.
·         Reseptor H4 →           pada sumsum tulang belakang dan sel hematopoitik perifer.
(Sari dan Yenny, 2018).
Adapun obat antihistamin dalam menghilangkan gejala-gejala alergi berlangsung melalui kompetisi dengan menghambat histamine berikatan dengan reseptor di organ sasaran. Histamine yang kadarnya tinggi akan memunculkan lebih banyak reseptor. Reseptor yang baru tersebut akan diisi dengan obat antihistamin, peristiwa inilah yang akan mencegah untuk sementra timbulnya reaksi alergi.
Antihistamin generasi pertama dan beberapa antihistamin generasi kedua dimetabolisme di hati oleh system enzim sitokrom P450, tetapi hanya cetirizine, levocetirizine dan fexofenadine yang dieliminasi tanpa melalui transformasi metabolic. Dan kebanyakan antihistamine membutuhkan waktu untuk aksi selama 1 jam, dengan efeknya bertahan selama 24 jam (Chae dan Thrap, 2008).
Ada dua macam antihistamin yang dikenal, yaitu antihistamin generasi pertama dan antihistamin generasi kedua. Dimana diketahui bahwa antihistamin generasi pertama lebih menyebabkan rasa kantuk dibandingkan dengan antihistamin generasi kedua. Adapun obat-obat antihistamin tersebut ialah :
·         Generasi pertama :
-          Chlorpheniramine
-          Cyproheptadine
-          Hydroxyzine
-          Ketotifen
-          Promethazine
·         Generasi kedua :
-          Desloratidine
-          Fexofenadine
-          Levocetirizine
-          Cetirizine
-          Loratidine
Golongan Antihistamin
Berdasarkan hambatan pada reseptor spesifiknya:
·         Antagonis H1           untuk pengobatan gejala-gelaja akibat reaksi alergi.
·         Antagonis H2           untuk mengurangi sekresi asam lambung pada
pengobatan penderita tukak lambung
·         Antagonis H3           kemungkinan berguna dalam pengaturan system
kardiovaskular, pengobatan alergi dan kelainan mental.
A.    Antagonis H1
Ialah senyawa yang dalam kadar rendah dapat  menghambat secara bersaing kerja histamine pada jaringan yang mengandung reseptor H1. Biasa digunakan untuk mengurangi gejala alergi karena musim atau cuaca, misalnya radang selaput lender hidung, bersin, gatal pada mata, hidung dan tenggorokan. Kelompok ini menimbulkan efek potensiasi dengan alcohol dan obat penekan system saraf pusat lain. Adapun efek samping yang ditimbulkan ialah mengantuk, kelemahan otot, gelisah, tremor, iritasi, kejang dan sakit kepala (Siswandono, 2016).

Hubungan struktur dan aktivitas antagonis-H1
Struktur umum :


Menurut Siswandono (2016), berdasarkan strukturnya antagonis H1 dibagi menjadi:
a. 
Turunan Etilendiamin
Struktur Umum :                                                Ar(Ar’)N-CH2-CH2-N(CH3)2
Merupakan antagonis H1 dengan keefektifan yang cukup tinggi, meskipun efek penekan system saraf pusat dan iritasi lambung yang cukup besar. Fenbenzamin (mepiramin) merupakan antagonis H1 turunan etilendiamin yang pertama kali digunakan dalam klinik. Penggantian isosterik gugus fenil dengan gugus 2-piridil, seperti pada tripelenamin, dapat meningkatkan aktivotas dan menurunkan obesitas. Pemasukan gugus metoksi pada posisi para gugus benzyl tripelenamin, seperti pada pirilamin, akan meningkatkan aktivitas dan memperlama masa kerja obat.


b.  Turunan Fenotiazin
Selain memiliki efek antihistamin juga mempunyai aktivitas tranquilizer dan antiemetic, serta dapat mengadakan potensiasi dengan obat analgesic dan sedative.
Secara umum pemasukan gugus halogen atau CF3 pada posisi 2 dan perlamaan atom C rantai samping, missal etil menjadi propil, akan meningkatkan aktivitas tranquilizer dan menurunkan efek antihistamin. Berikut contoh turunan fenotiazin dan strukturnya :

Seperti obat-obat lainnya, antihistamin ini juga mempunyai potensi untuk menimbulkan efek samping. Beberapa efek samping yang ditimbulkan setelah mengonsumsi obat antihistamin ini ialah sebagai berikut :
-          Rasa kantuk
-          Disfagia atau kesulitan dalam menelan
-          Pusing
-          Sakit kepala
-          Nyeri pada perut
-          Sulit buang air kecil
-          Mudah marah atau sensitive
-          Penglihatan menjadi kabur
-          Mulut kering

REFERENSI :
Chae, K. M dan  M. D. Thrap. 2008. Use and Safety of Antihistamines in Children. Journal of Dhermatologic Therapy. 13(4).
Sari, F dan S. W. Yenny. 2018. Antihistamin Terbaru Dibidang Dermatologi. Jurnal Kesehatan Andalas. 7(4) : 61-67.
Siswandono. 2016. Kimia Medisinal 2 Edisi 2. Airlangga University Press, Jakarta.

MARI BERDISKUSI J
  1. Kenapa antihistamin generasi pertama lebih menyebabkan timbulnya rasa kantuk dibandingkan dengan dengan antihistamin pada generasi kedua?
  2.  bagaimana metabolisme dari obat fenotiazin?
  3. Bagaimana pengaruh yang ditimbulkan jika terlalu sering mengkonsumsi obat antihistamin dalam jangka waktu yang panjang?






Komentar

  1. Saya akan mencoba menjawab pertanyaan nmr 2
    Fenotiazin mengalami first pass metabolism, dan dimetabolisme dihati dengan bantuan enzim yang ada dihati. Salah satunya enzim sitokrom p-450

    BalasHapus
  2. saya akan mencoba menjawab permasalahan nomor 3 :

    Penggunan obat antihistamin dalam jangka panjang tentu bisa menimbulkan efek samping. Efek samping akan timbul tergantung dari jenis obat yang di gunakan untuk mengatasi alergi. Pada dasarnya obat alergi bisa dikonsumsi untuk jangka panjang ( 3-6 bulan ) selama dalam pengawasan dan diminum sesuai dengan dosis anjuran yang disarankan dokter. Beberapa efek samping dari penggunaan obat alergi jangka panjang bisa menimbulkan :

    Mulut terasa kering
    Susah pipis
    Pusing
    Mengantuk
    Gangguan penglihatan = katarak dll.
    Timbulnya mimpi buruk.
    Sakit perut
    gelisah.

    BalasHapus
  3. saya akan mencoba menjawab pertanyaan nomor 1

    Alasan kenapa antihistamin generasi pertama lebih menyebabkan rasa kantuk dibandingkan dengan generasi kedua karena antihistamin gen 1 memiliki efek samping sedatif, efek ini dikarenakan antihistamin jenis ini dapat menembus sawar darah otak (blood brain barrier) sehingga dapat menempel pada reseptor H1 di sel otak, dengan tidak adanya histamin yang menempel pada sel otak maka kewaspadaan menurun dan timbullah rasa mengantuk, sedangkan pada gen 2 sulit untuk menembus sawar darah otak.

    BalasHapus

Posting Komentar